Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, manusia sering kali terjebak dalam pusaran keinginan tanpa batas. Dunia seakan menawarkan segala hal yang memikat harta, jabatan, popularitas, dan kenikmatan sesaat. Namun, sebagaimana air laut yang terasa asin meski tampak menyegarkan, semakin banyak kita meneguknya, semakin hauslah kita dibuatnya. Inilah hakikat dunia: menipu dengan keindahan semu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 212, “Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir.” Ayat ini menjadi peringatan lembut agar manusia tak terlena oleh gemerlap dunia yang fana. Segala yang kita kejar di dunia — kekayaan, status, dan kehormatan — sejatinya hanyalah ujian, bukan tujuan akhir.
Di tepi laut yang tenang, seorang nelayan tua melangkah pelan di antara deburan ombak. Bahunya menanggung beban berat hasil tangkapan hari itu. Matanya teduh, tapi menyimpan kedalaman makna. Ia tahu, kehidupan di dunia ini tak pernah mudah. Seperti ombak yang datang silih berganti, begitu pula ujian hidup manusia tak akan pernah berhenti.
Pemandangan sederhana itu mengandung pesan mendalam: hidup di dunia adalah perjuangan, bukan pelarian. Dunia memang indah, menggoda, dan memesona, tetapi di balik keindahan itu tersimpan jebakan halus yang membuat manusia tak pernah merasa cukup.
Renungan ini mengajak kita untuk menata kembali orientasi hidup. Dunia bukan tempat menetap, melainkan tempat singgah. Jika seluruh energi dan waktu kita habiskan untuk hal-hal duniawi, maka batin akan tetap haus, karena yang abadi bukanlah materi, melainkan amal dan kebaikan yang kita tinggalkan.